Latar

Perpindahan manusia dalam skala global yang dilandasi motif ekonomi selalu terjadi sepanjang sejarah. Pergerakan manusia dari satu tempat ke tempat lain banyak dilatar belakangi oleh harapan dan hasrat akan hidup yang lebih baik. Daerah asal (dalam konteks ini adalah negara berkembang seperti Indonesia) secara terus-menerus dilanda krisis akibat buruknya sistem dalam banyak bidang (sosial, politik, ekonomi dan budaya) yang berakibat pada minimnya lapangan kerja, rendahnya taraf hidup dan ketimpangan sosial. Situasi ini menjadi faktor utama pemicu migrasi global yng dipilih oleh warga negara Indonesia sebagai upaya untuk bertahan hidup, menapat uang, dan menyejahterakan keluarga.

Pergerakan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dalam skala besar tersebar ke seluruh penjuru dunia, mulai dari Malaysia, Singapura, Hong Kong, hingga ke kawasan Timur Tengah. Negara-negara maju dibayangkan oleh mereka yang berasal dari negara berkembang sebagai tempat yang menjanjikan harapan, kesempatan, juga perubahan. Korea Selatan sebagai salah satu negara maju di kawasan Asia adalah negara tujuan utama para pekerja migran Indonesia.

Mobilitas manusia bersinggungan dengan isu tentang batas geografi dan teritori. Gelombang perpindahan manusia dari satu titik ke titik lain adalah sebuah pertukaran, sebentuk aktivitas "transaksi" yang masif. Transaksi dalam konteks ini tidak bisa semata dilihat melalui sudut pandang ekonomi. Proses ini mau tidak mau telah membuka pintu bagi terjadinya arus pertukaran narasi, pengalaman, pengetahuan dan sejarah dari sekumpulan manusia di sebuah tempat yang baru, tempat dengan mekanismenya sendiri.

Sejarah

Video-video karya pekerja migran Indonesia yang banyak kami temukan di kanal-kanal virtual menjadi gagasan awal untuk karya di Gwangju Biennale, Korea Selatan. Video - video ini memperlihatkan banyak sisi “narasi yang tidak diketahui”. Berdasarkan perhatian kami pada video-video ini – kami memutuskan untuk membuat sebuah media berbasis website yang berisi video-video milik pekerja Indonesia di Korea Selatan. Dengan berpijak pada fungsi dasar dari kanal virtual, yakni sebagai ruang bagi narasi-narasi alternatif untuk diproduksi dan terdistribusi secara masif melampaui batas ruang dan waktu, penggunaan ruang virtual juga berangkat dari fakta tentang betapa dekatnya pekerja migran di Korea dengan teknologi media. Video-video ini ditampilkan lewat situs bernama Indo K-work (www.indokwork.com).

 

Preface

People’s migration in global scale caused by economical reason always appears throughout history. This movement from one place to another is mostly evoked by the dream or desire of better lives. Homeland (in this context refers to under-developing country as Indonesia) frequently falls into crisis provoked by dreadful system in every aspect (social, politic, economy and culture). This situation becomes main factor of global migration chosen by Indonesian as a way to survive, to earn the money and also to bring their family into prosperity.

Massive movement of Indonesian workers crossing all part of the world, from Malaysia, Singapore, Hong Kong to Middle East. Advanced countries are often imagined by those who lives in developing countries as promising lands where hope, chance and change are offered. South Korea as Asia’s fourth largest economy power and also considered as one of the powerful nations in the world conceived by the Indonesian workers as main destination.

Human’s mobility unequivocally connected with the notion of geographic boundaries and territories. The wave of human’s migration from one place to another is also the process of exchange, a kind of massif “transaction”. Transaction in this context is no longer can be seen merely through the economical point of view. This process allows the exchange of narration, experience and history of group of people in a new place that has its own mechanism.

History

Videos created by Indonesian migrant workers that we mostly view on virtual canal became our first inspiration for the works produced for Gwangju Biennale 2016. They reveal numerous sides of “unknown narration”. Based on our attention to these videos – we decided to make an online based media with the video content made by Indonesian Migrant Workers in South Korea. By standing on the main function of virtual canal, as the space for alternative narrations to be produced, reproduced and distributed enormously across spacial and temporal boundaries, the use of virtual realm also came from the fact of the very close relation between migrant workers in South Korea and technology. The videos distributed and exhibited through website called Indo K-work (www.indokwork.com).